![]() |
Teori Kebutuhan Maslow https://www.astalog.com/wp-content/uploads/2015/08/Teori_kebutuhan_maslow.png |
Pandangan Carl Rogers tentang Konsep Andragogi
Menurut Rogers panggilan dari
Carl Rogers yang dikutip oleh Anisah Basleman dan Syamsu Mappa (2011: 97)
menyebutkan bahwa sistem pembelajaran yang berpusat pada peserta belajar
membentuk suatu sistem yang merefleksikan konsep dasar terapi yang berpusat
pada klien (client centered therapy). Pembelajaran yang berpusat pada
peserta belajar pada hakikatnya merupakan versi terakhir dari metode temuan (discovery
method).
Rogers mengemukakan ada tiga
unsur penting dalam belajar berpengalaman (experimential learnig) yang
serupa dengan pembelajaran dengan menggunakan konsep andragogi. Anisah Basleman
dan Syamsu Mappa (2011: 97) menjabarkannya sebagai berikut:
a. Peserta belajar
hendaknya dihadapkan pada masalah nyata yang ingin dicari penyelesaiannya;
b. Apabila kesadaran
akan masalah telah terbentuk, maka terbentuk pulalah sikap terhadap masalah
tersebut. pada tahap ini, sikap terbentuk melalui proses
kenyataan-penerimaan-pengertian empatik;
c. Adanya sumber
belajar, baik manusia maupun bahan tertulis/tercetak.
Pada perkuliahan Pendidikan
Orang Dewasa (POD) oleh Prof. Dr. Sodiq A. Kuntoro, M. Ed (2011), Rogers
mengungkapkan pandangannya tentang konsep andragogi melalui asumsi-asumsinya. Beberapa
asumsi yang mendasari Student centered learning, Rogers adalah
a. Guru tidak dapat
mengajar murid secara langsung, yang dilakukan guru adalah memfasilitasi
kegiatan belajar siswa. Hal ini sama dengan prinsip seseorang tidak dapat
merubah orang lain secara langsung yang dilakukan seseorang adalah membantu
orang lain melakukan perubahan dirinya.
b. Asumsi ke 2 belajar
yang bermakna (Roger) adalah Pengalaman yang diasimilasikan dalam diri
menimbulkan perubahan struktur diri atau stabilitas diri cenderung akan ditolak
struktur diri atau organisasi diri cenderung menjadi kaku dalam situasi yang
terdapat ancaman & menjadi rileks (kendor) apabila ancaman itu berkurang
& hilang
c. Asumsi yang ke 3
pengalaman yang dianggap/dipandang tidak sesuai dengan struktur diri dapat
diasimilasikan dalam struktur diri apabila struktur diri yang sekarang ada
dikendorkan atau diperluas sehingga dapat menerima pengalaman yang diterima
dari luar.
Asumsi
ke 2 dan 3 ini menggambarkan dalam kegiatan belajar yang bermakna orang dewasa
sering mengalami ancaman terhadap struktur diri, kerangka berpikir yang lama
& mereka dihadapkan pada upaya untuk membangun struktur diri yang baru. Oleh
karena itu dalam kegiatan belajar yang bermakna bagi orang dewasa, guru
(fasilitator) harus menyadari adanya perasaan ketidaknyamanan bagi orang dewasa
untuk meninggalkan struktur diri yang lama untuk dapat membangun struktur diri
yang baru. Proses belajar sebaiknya dapat memberikan rasa aman bagi orang
dewasa untuk menghadapi perkembangan dalam dirinya dan membangun adaptasi aktif
dirinya untuk menemukan makna baru dari pengalaman-pengalaman yang dihadapi.
Bagi belajar orang dewasa lebih bersifat menemukan kegiatan belajar sebagai
sesuatu yang bermakna bagi pengembangan struktur diri (yang mencakup dimensi
kognitif, afektif dan sosial)
d. Asumsi ke 4 adalah
Praktik Pendidikan (pembelajaran) orang dewasa akan dapat menjadi efektif
(belajar yang bermakna) apabila ancaman terhadap struktur diri individu peserta
belajar dikurangi / dihilangkan & perbedaan persepsi terhadap pengalaman
dari luar diberi ijin atau difasilitasi.
Pandangan Maslow tentang Konsep Andragogi
Seperti yang telah dijabarkan pada bahasan sebelumnya,
bahwa konsep andragogy mengarah pada apresiasi dari pengalaman orang dewasa
dalam kehidupannya sebagai hasil belajar orang dewasa. Menurut Sujarwo Salah
satu prinsip belajar orang dewasa adalah belajar karena adanya suatu kebutuhan.
Hal ini dilakukan untuk mewujudkan peningkatan keterlibatannya, maka (partisipasinya)
dalam aktivitas sosial dari setiap individu yang bersangkutan. Senada dengan
hal tersebut, Maslow telah memberikan gambaran mengenai kebutuhan orang dewasa
seperti berikut ini.
Dengan gambaran tersebut maka dapat diketahui bahwa pendidikan orang dewasa harus dapat memenuhi kebutuhan yang paling dasar adalah kebutuhan fisik atau sandang/pangan (biologis). Kemudian, seseorang perlu rasa aman yang artinya kebutuhan untuk hidup tanpa ketakutan. Setelah merasa aman, maka seseorang butuh penghargaan terhadap dirinya kemudian pada titik yang paling puncak adalah aktualisasi diri. Dalam kaitan hal tersebut maka secara psikologis, pendidikan orang dewasa harus memahami bentuk dari kebutuhan-kebutuhan orang dewasa sebagai subjek belajar sehingga dalam konteks penerapan pendidikan orang dewasa dapat dengan mudah ditentukan kondisi belajar yang harus diciptkan, isi materi yang harus diberikan, strategi, teknik serta metode yang cocok digunakan.
Referensi :
Dengan gambaran tersebut maka dapat diketahui bahwa pendidikan orang dewasa harus dapat memenuhi kebutuhan yang paling dasar adalah kebutuhan fisik atau sandang/pangan (biologis). Kemudian, seseorang perlu rasa aman yang artinya kebutuhan untuk hidup tanpa ketakutan. Setelah merasa aman, maka seseorang butuh penghargaan terhadap dirinya kemudian pada titik yang paling puncak adalah aktualisasi diri. Dalam kaitan hal tersebut maka secara psikologis, pendidikan orang dewasa harus memahami bentuk dari kebutuhan-kebutuhan orang dewasa sebagai subjek belajar sehingga dalam konteks penerapan pendidikan orang dewasa dapat dengan mudah ditentukan kondisi belajar yang harus diciptkan, isi materi yang harus diberikan, strategi, teknik serta metode yang cocok digunakan.
Referensi :
Basleman, Anisah
& Syamsu Mappa. (2011). Teori Belajar Orang Dewasa. Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Catatan Kuliah Pascasarjana UNY
0 komentar:
Posting Komentar